Saudara-saudara sebangsa dan setanah air.
Besok 9 Juli 2014 adalah hari istimewa. Perhelatan demokrasi lima tahunan bangsa Indonesia kembali tiba. Dan kita semua, saya dan anda, akan memilih pemimpin bangsa. Siapa yang akan keluar jadi pemenang, kita serahkan saja kepada pilihan rakyat.
Besok 9 Juli 2014 adalah hari istimewa. Perhelatan demokrasi lima tahunan bangsa Indonesia kembali tiba. Dan kita semua, saya dan anda, akan memilih pemimpin bangsa. Siapa yang akan keluar jadi pemenang, kita serahkan saja kepada pilihan rakyat.
Pemilihan presiden dan wakilnya bukanlah pertarungan dua pasang anak bangsa. Siapapun pemenangnya, 5 tahun ke depan merekalah yang akan menjadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. Ikhlas atau tidak ikhlas, suka atau tidak suka. Maka daripada membawa beban ketidakikhlasan dan ketidaksukaan, belajarlah menerimanya dengan tulus mulai malam ini. Besok, kita akan kembali melanjutkan peran masing-masing, tak akan jauh berbeda dari kemarin. Tugas utama kita telah menanti, merawat dan melindungi tenun kebangsaan agar tak koyak, apapun yang terjadi, siapapun yang terpilih.
Kita tak sedang memilih khalifah. Terlebih lagi, kita tak sedang memilih Nabi, karena kita semua tahu bahwa menunjuk Nabi adalah hak prerogatif Ilahi. Kita tak memilih superman, kita tak memilih manusia sempurna. Kita hanya butuh seorang presiden dan wakilnya, yang akan menjadi pemimpin bagi masyarakat Indonesia. Kita memilih mereka dari manusia biasa, yang akrab dengan kita, lahir dari kita, dan memahami kita.
Disinilah kita membutuhkan subjektifitas yang berkualitas, dengan analisis data dan logika. Dengannyalah kita memilih presiden dan wakil terbaik dari pilihan yang ada. Jangan berharap pilihan yang tak bercacat, karena kita tak bisa memilih malaikat. Pilih yang paling banyak kebaikannya. Pilih yang paling banyak maslahatnya.
Seorang teman pernah bertanya, apa yang saya harapkan dari seluruh hiruk pikuk yang riuh rendah ini. Saya jawab tak ada. Sepanjang hidup saya beberapa kali pemilihan serupa, hidup saya secara langsung tak pernah berubah. Tapi saya hanya ingin saudara-saudara saya di kampung merasakan yang lebih baik. Agar petani bisa mendapatkan bantuan, berupa pengairan, pupuk berkualitas dan bibit pilihan. Agar nelayan bisa mendapatkan dukungan, dengan program dan dana suntikan. Agar tukang becak yang tersisih dari jalan bisa mendapatkan pekerjaan. Agar sopir angkot yang kian merana karena kekurangan penumpang diberikan program tambahan. Agar para penyapu jalan yang tak mengenal terik dan hujan bisa mendapatkan kesejahteraan.
Saya juga ngeri dengan kondisi negri. Hampir setiap hari ada kezaliman yang terjadi. Kelompok yang merasa besar mengklaim pemilik tanah ini, lalu orang-orang kecil mereka hendak eliminasi. Penganiayaan terjadi di sana-sini, terhadap anak-anak bangsa yang kepadanya negara abai. Yang paling menyedihkan, mereka menganiaya atas nama Tuhan dan berdalih dengan ayat kitab suci. Kemana orang-orang tertindas itu harus berlindung diri?
Saya sendiri telah berikhtiar maksimal mencari pilihan. Malu jika tak mengambil peran. Dulu, jujur saya tak pernah memikirkan, yang terpilih saya tak ada urusan. Tetapi kali ini saya berubah pikiran. Saya melihat ada secercah harapan. Maka saya ikut berpartisipasi jadi relawan, membawa bangsa Indonesia menuju perubahan. Indonesia memerlukan pemimpin yang berdikari, jauh dari kekuasaan yang berbalas pamrih. Pemimpin yang akan melindungi, pemimpin yang akan mengayomi. Itulah sebabnya Jokowi JK yang saya pilih.
Besok adalah hari yang paling menentukan. Pilihlah pemimpin yang membawa perubahan yang lebih baik. Salam dua jari, salam damai dari hati.
Kita tak sedang memilih khalifah. Terlebih lagi, kita tak sedang memilih Nabi, karena kita semua tahu bahwa menunjuk Nabi adalah hak prerogatif Ilahi. Kita tak memilih superman, kita tak memilih manusia sempurna. Kita hanya butuh seorang presiden dan wakilnya, yang akan menjadi pemimpin bagi masyarakat Indonesia. Kita memilih mereka dari manusia biasa, yang akrab dengan kita, lahir dari kita, dan memahami kita.
Disinilah kita membutuhkan subjektifitas yang berkualitas, dengan analisis data dan logika. Dengannyalah kita memilih presiden dan wakil terbaik dari pilihan yang ada. Jangan berharap pilihan yang tak bercacat, karena kita tak bisa memilih malaikat. Pilih yang paling banyak kebaikannya. Pilih yang paling banyak maslahatnya.
Seorang teman pernah bertanya, apa yang saya harapkan dari seluruh hiruk pikuk yang riuh rendah ini. Saya jawab tak ada. Sepanjang hidup saya beberapa kali pemilihan serupa, hidup saya secara langsung tak pernah berubah. Tapi saya hanya ingin saudara-saudara saya di kampung merasakan yang lebih baik. Agar petani bisa mendapatkan bantuan, berupa pengairan, pupuk berkualitas dan bibit pilihan. Agar nelayan bisa mendapatkan dukungan, dengan program dan dana suntikan. Agar tukang becak yang tersisih dari jalan bisa mendapatkan pekerjaan. Agar sopir angkot yang kian merana karena kekurangan penumpang diberikan program tambahan. Agar para penyapu jalan yang tak mengenal terik dan hujan bisa mendapatkan kesejahteraan.
Saya juga ngeri dengan kondisi negri. Hampir setiap hari ada kezaliman yang terjadi. Kelompok yang merasa besar mengklaim pemilik tanah ini, lalu orang-orang kecil mereka hendak eliminasi. Penganiayaan terjadi di sana-sini, terhadap anak-anak bangsa yang kepadanya negara abai. Yang paling menyedihkan, mereka menganiaya atas nama Tuhan dan berdalih dengan ayat kitab suci. Kemana orang-orang tertindas itu harus berlindung diri?
Saya sendiri telah berikhtiar maksimal mencari pilihan. Malu jika tak mengambil peran. Dulu, jujur saya tak pernah memikirkan, yang terpilih saya tak ada urusan. Tetapi kali ini saya berubah pikiran. Saya melihat ada secercah harapan. Maka saya ikut berpartisipasi jadi relawan, membawa bangsa Indonesia menuju perubahan. Indonesia memerlukan pemimpin yang berdikari, jauh dari kekuasaan yang berbalas pamrih. Pemimpin yang akan melindungi, pemimpin yang akan mengayomi. Itulah sebabnya Jokowi JK yang saya pilih.
Besok adalah hari yang paling menentukan. Pilihlah pemimpin yang membawa perubahan yang lebih baik. Salam dua jari, salam damai dari hati.