Muhammad Nuruddin, MA.
(Magister Filsafat di Universitas Al-Azhar Kairo. Pengkaji ilmu-ilmu Aqliyah)
Saya orang Sunni, nyantri di pesantren Sunni, dan kuliah di kampus Sunni. Sampai detik ini, dan insya Allah sampai akhir hayat, saya akan memegang teguh ajaran kesunnian itu. Tapi, kalau disuruh memilih untuk menjadi Wahabi atau Syi'ah, terus terang saya lebih simpatik pada ulama-ulama Syi'ah, ketimbang tokoh-tokoh Wahabi. Apa gerangan yang membuat saya lebih tertarik pada kelompok pertama itu? Barangkali, ini alasan yang sangat subjektif. Tapi, subjektivitas yang beralasan kadangkala bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh sebagian orang. Posisi utama saya jelas, bahwa saya tidak setuju dengan doktrin-doktrin mendasar dalam ajaran Syi'ah, juga tidak mengamini pandangan-pandangan keagamaan yang kerap didengungkan oleh orang-orang Wahabi.
(Magister Filsafat di Universitas Al-Azhar Kairo. Pengkaji ilmu-ilmu Aqliyah)
Saya orang Sunni, nyantri di pesantren Sunni, dan kuliah di kampus Sunni. Sampai detik ini, dan insya Allah sampai akhir hayat, saya akan memegang teguh ajaran kesunnian itu. Tapi, kalau disuruh memilih untuk menjadi Wahabi atau Syi'ah, terus terang saya lebih simpatik pada ulama-ulama Syi'ah, ketimbang tokoh-tokoh Wahabi. Apa gerangan yang membuat saya lebih tertarik pada kelompok pertama itu? Barangkali, ini alasan yang sangat subjektif. Tapi, subjektivitas yang beralasan kadangkala bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh sebagian orang. Posisi utama saya jelas, bahwa saya tidak setuju dengan doktrin-doktrin mendasar dalam ajaran Syi'ah, juga tidak mengamini pandangan-pandangan keagamaan yang kerap didengungkan oleh orang-orang Wahabi.
Tapi kenapa saya lebih simpatik kepada Syi'ah ketimbang Wahabi? Satu, orang Syi'ah itu tradisi filsafatnya sangat kaya. Para pemikirnya berlimpah. Dan karya-karya intelektualnya telah banyak mewarnai alam intelektual Islam. Allamah Thabathabai, Sayyid Muhammad Baqir Sadr, Mulla Sadra, Syahid Muthahhari, Muzhaffar, Abdul Jabbar Rifa’i, Taqi Mishbah Yazdi, Kamal Haidari, dan lain-lain, adalah beberapa nama yang bisa kita sebut untuk menggambarkan ketangguhan intelektual kaum Syi'ah itu. Terlepas dari penyimpangan dan ketidak-selarasan pandangan mereka dengan kaum Sunni, yang jelas mereka ini adalah para pemikir besar. Muhammad Baqir Sadr, sampai saat ini, adalah salah satu filsuf favorit saya. Bagi saya, pelajar filsafat Islam yang belum mengenal Muhammad Baqir Sadr tidak jauh beda dengan pelajar hadits yang belum menelaah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Hanya bukunya Muhammad Baqir Sadr, sepanjang saya belajar filsafat, yang benar-benar nyaris membuat saya meneteskan air mata. Karena saking kagumnya saya akan ketajaman pemikiran manusia yang satu itu. Kagum bercampur rasa haru. Dia menulis buku yang berjudul Falsafatuna, dan al-Usus al-Manthiqiyyah li al-Istiqra. Dua buku yang tidak mungkin bisa anda nikmati kecuali setelah mengunyah dasar-dasar logika dan sejarah pemikiran filsafat. Saya sering menyarankan adik-adik kelas saya, dan juga para pembaca (melalui salah satu buku yang saya tulis) untuk menelaah dua kitab filsafat yang sangat keren ini. Luar biasa. Orang itu benar-benar jenius. Saya sangat kagum. Bagaimana dengan orang-orang Wahabi? Apa ada filsuf dari kalangan Wahabi? Kalau mau tertawa, tolong jangan ditahan.
Lihatlah cara berpikir orang Wahabi secara umum. Tatap pola komentar mereka ketika berselancar di media sosial. Simak juga cara mereka ketika mengemukakan ketidak-setujuan atas suatu pendapat. Saya suka dibuat geli oleh kedangkalan mereka-mereka itu. Kenapa bisa begitu? Jelas, salah satu sebabnya, mereka tidak mau mendalami ilmu-ilmu rasional yang dapat mengekarkan nalar, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Sunni dan Syi'ah. Konsekuensinya, hanya kedangkalan demi kedangkalan yang kita dapat. Andai kata ada orang Saudi yang menghadirkan istana termewah untuk saya, agar saya memeluk ajaran Wahabi, dan menyebarluaskan madzhab itu, saya tidak akan sudi. Memeluk ajaran Wahabi sama saja dengan menggadaikan anugerah terbesar yang telah Tuhan berikan, yaitu keimanan dan akal sehat. Itu alasan pertama.
Kedua, orang Syi'ah tidak suka mengkafir-kafirkan, atau menyesat-nyesatkan pihak lain dengan cara-cara yang vulgar. Singkat kata, cara berpikir mereka jauh lebih terbuka ketimbang kelompok itu. Lain cerita dengan orang-orang Wahabi. Sebagai konsekuensi dari kedangkalan berpikir mereka, mereka suka juga seringkali menunjukkan kedangkalan sikap. Sedikit-sedikit menyesatkan orang, sedikit-sedikit dikatakan menghina Islam, sedikit-sedikit kafir. Lucunya, mereka sering mengajak orang untuk kembali pada ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Pertanyaanya, Al-Qur'an dan Sunnah yang mana? Ya, Al-Qur'annya jelas Al-Qur'an yang kita baca. Tapi menurut versi pemahaman mereka. Dan itulah Islam. Mending kalau punya cara berpikir yang canggih. Dangkalnya kadang nggak ketulungan. Pokoknya gaya berpikir orang Wahabi itu menggelikanlah intinya.
Bagaimana dengan orang Syi'ah? Saya tidak ingin menolak fakta, bahwa di kalangan Syi'ah sendiri ada kelompok-kelompok ekstrem, yang tidak kalah dangkal dengan orang-orang Wahabi itu sendiri. Jangankan di Syi'ah, di Sunni juga sebenarnya ada. Memang orang-orang semacam itu akan selalu ada. Dalam tubuh setiap madzhab dan setiap agama. Tapi dalam tubuh madzhab Wahabi, saya melihat orang-orang semacam itu lebih banyak, dan lebih sering tampil di hadapan publik. Wajar kalau kita berkesimpulan begitu. Anda boleh berbeda pandangan dengan saya. Tapi fakta di lapangan akan menjadi saksi yang sebaik-baiknya. Madzhab Syi'ah memiliki ulama-ulama yang berpandangan moderat. Dalam madzhab Wahabi juga mungkin ada. Tapi saya jarang melihat. Yang sering terlihat justru orang-orang yang berlumur kedangkalan berpikir itu.
Jadi, milih Wahabi atau Syi'ah? Kalau pilihannya ada tiga, jelas, saya tidak milih kedua-duanya. Saya ingin menjadi Sunni Asy’ari, sesuai yang diamanatkan oleh almamater saya sendiri. Tapi, kalaulah harus dipaksa, saya lebih memilih madzhab Syi'ah. Tentunya Syi'ah yang moderat, yang memiliki tradisi intelektual yang kaya. Tidak seperti kelompok Wahabi, yang suka menyesatkan dan mengkafirkan sesama. Ulama panutan saya, Syekh Yusri, setiap hari kerjaannya mengkritik ajaran Wahabi. Sekuat tenaga beliau ingin menjauhkan umat Islam dari madzhab itu. Dengan alasan bahwa, menurut beliau, madzhab Wahabi itu merupakan fitnah di zaman ini (fitnatuzzaman). Tapi saya jarang melihat beliau mengkritik Syi'ah. Meskipun, beliau juga menolak, dalam arti tidak setuju, dengan sejumlah pandangan-pandangan keagamaan madzhab itu. Ini hanya soal pilihan saja. Terserah anda mau ikut yang mana. Tapi, kalau mau iman anda selamat, dan nalar sehat anda terawat, jauhilah madzhab Wahabi itu.
Catatan:
Diambil dari postingan di Facebook
Hanya bukunya Muhammad Baqir Sadr, sepanjang saya belajar filsafat, yang benar-benar nyaris membuat saya meneteskan air mata. Karena saking kagumnya saya akan ketajaman pemikiran manusia yang satu itu. Kagum bercampur rasa haru. Dia menulis buku yang berjudul Falsafatuna, dan al-Usus al-Manthiqiyyah li al-Istiqra. Dua buku yang tidak mungkin bisa anda nikmati kecuali setelah mengunyah dasar-dasar logika dan sejarah pemikiran filsafat. Saya sering menyarankan adik-adik kelas saya, dan juga para pembaca (melalui salah satu buku yang saya tulis) untuk menelaah dua kitab filsafat yang sangat keren ini. Luar biasa. Orang itu benar-benar jenius. Saya sangat kagum. Bagaimana dengan orang-orang Wahabi? Apa ada filsuf dari kalangan Wahabi? Kalau mau tertawa, tolong jangan ditahan.
Lihatlah cara berpikir orang Wahabi secara umum. Tatap pola komentar mereka ketika berselancar di media sosial. Simak juga cara mereka ketika mengemukakan ketidak-setujuan atas suatu pendapat. Saya suka dibuat geli oleh kedangkalan mereka-mereka itu. Kenapa bisa begitu? Jelas, salah satu sebabnya, mereka tidak mau mendalami ilmu-ilmu rasional yang dapat mengekarkan nalar, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Sunni dan Syi'ah. Konsekuensinya, hanya kedangkalan demi kedangkalan yang kita dapat. Andai kata ada orang Saudi yang menghadirkan istana termewah untuk saya, agar saya memeluk ajaran Wahabi, dan menyebarluaskan madzhab itu, saya tidak akan sudi. Memeluk ajaran Wahabi sama saja dengan menggadaikan anugerah terbesar yang telah Tuhan berikan, yaitu keimanan dan akal sehat. Itu alasan pertama.
Kedua, orang Syi'ah tidak suka mengkafir-kafirkan, atau menyesat-nyesatkan pihak lain dengan cara-cara yang vulgar. Singkat kata, cara berpikir mereka jauh lebih terbuka ketimbang kelompok itu. Lain cerita dengan orang-orang Wahabi. Sebagai konsekuensi dari kedangkalan berpikir mereka, mereka suka juga seringkali menunjukkan kedangkalan sikap. Sedikit-sedikit menyesatkan orang, sedikit-sedikit dikatakan menghina Islam, sedikit-sedikit kafir. Lucunya, mereka sering mengajak orang untuk kembali pada ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Pertanyaanya, Al-Qur'an dan Sunnah yang mana? Ya, Al-Qur'annya jelas Al-Qur'an yang kita baca. Tapi menurut versi pemahaman mereka. Dan itulah Islam. Mending kalau punya cara berpikir yang canggih. Dangkalnya kadang nggak ketulungan. Pokoknya gaya berpikir orang Wahabi itu menggelikanlah intinya.
Bagaimana dengan orang Syi'ah? Saya tidak ingin menolak fakta, bahwa di kalangan Syi'ah sendiri ada kelompok-kelompok ekstrem, yang tidak kalah dangkal dengan orang-orang Wahabi itu sendiri. Jangankan di Syi'ah, di Sunni juga sebenarnya ada. Memang orang-orang semacam itu akan selalu ada. Dalam tubuh setiap madzhab dan setiap agama. Tapi dalam tubuh madzhab Wahabi, saya melihat orang-orang semacam itu lebih banyak, dan lebih sering tampil di hadapan publik. Wajar kalau kita berkesimpulan begitu. Anda boleh berbeda pandangan dengan saya. Tapi fakta di lapangan akan menjadi saksi yang sebaik-baiknya. Madzhab Syi'ah memiliki ulama-ulama yang berpandangan moderat. Dalam madzhab Wahabi juga mungkin ada. Tapi saya jarang melihat. Yang sering terlihat justru orang-orang yang berlumur kedangkalan berpikir itu.
Jadi, milih Wahabi atau Syi'ah? Kalau pilihannya ada tiga, jelas, saya tidak milih kedua-duanya. Saya ingin menjadi Sunni Asy’ari, sesuai yang diamanatkan oleh almamater saya sendiri. Tapi, kalaulah harus dipaksa, saya lebih memilih madzhab Syi'ah. Tentunya Syi'ah yang moderat, yang memiliki tradisi intelektual yang kaya. Tidak seperti kelompok Wahabi, yang suka menyesatkan dan mengkafirkan sesama. Ulama panutan saya, Syekh Yusri, setiap hari kerjaannya mengkritik ajaran Wahabi. Sekuat tenaga beliau ingin menjauhkan umat Islam dari madzhab itu. Dengan alasan bahwa, menurut beliau, madzhab Wahabi itu merupakan fitnah di zaman ini (fitnatuzzaman). Tapi saya jarang melihat beliau mengkritik Syi'ah. Meskipun, beliau juga menolak, dalam arti tidak setuju, dengan sejumlah pandangan-pandangan keagamaan madzhab itu. Ini hanya soal pilihan saja. Terserah anda mau ikut yang mana. Tapi, kalau mau iman anda selamat, dan nalar sehat anda terawat, jauhilah madzhab Wahabi itu.
Catatan:
Diambil dari postingan di Facebook